Kita adalah Anak-anak
Aku lelah, katamu sambil melahap ayam goreng sisa semalam yang kamu bungkus dengan kertas minyak. Memang kamu terlihat lelah. Aku bisa melihatnya lewat kunyahanmu yang serampangan, sekenanya, yang penting ayam itu lumat kamu kunyah dan bisa ditelan dengan mudah.
Sebagian pikiranmu, entah dimana. Yang pasti tidak pada ayam goreng yang sedang kamu kunyah. Tidak juga pada kertas minyak yang remuk kamu remuk. Aku menebak-nebak. Mungkin separuh jiwamu yang lain menginap di kampus atau di ruang sekretariat.
Kamu sibuk berpikir tapi berusaha untuk tidak memikirkan apapun. Aku bisa memastikan sebagian besar pikiranmu yang kepayahan sudah melalang buana entah kemana saja. Tapi kamu ada di sini. Cuma ragamu yang di sini, melahao habis ayam goreng sambil disaksikan seremuk kertas minyak tak berdaya.
Aku lelah, katamu sekali lagi sambil mengecap-ecap pelan mulutmu. Suaramu sedikit lirih, tidak seperti biasanya karena kamu adalah speaker kampus yang selalu punya daya magis menarik perhatian orang-orang untuk mendengar pidatomo. Kali ini kamu berbeda, meskipun kamu tetap cerewet dengan berkali-kali berkata, "aku lelah".
Lima menit berlalu tapi kamu masih diam saja. Ayam gorengnya sudah habis. Sejak tadi akmu hany berkedip-kedip, membenarkan posisi sandaran pun juga tidak, padahal posisi dudukmu sungguh tidak nyaman kelihatannya.
Kamu diam, tapi kamu sedang sibuk. Sibuk menata dan membereskan apasaja. Apasaja yang berantakan, disana, di dalam kepalamu. Tugas-tugas yang belum sempat terjamah, kewajiban-kewajiban yang belum dilakukan, ide dan gagasan yang belum terealisasikan, hutang-hutang yang belum terlunasi, proyek-proyek yang sudah setengah jalan berjalan. Apa saja yang berantakan. Kamu diam, tapi sebenarnya kamu sedang melakukan.
"Boleh aku mita minum?" kamu akhirnya berucap.
Tanpa elakkan panjang, kutuju dapur alias pojok kamar tempat aku menyimpan alat makan dan persediaan logistik. Kamar kos sesempit ini mungkin adalah surga besar bagimu, hari ini. Tapi yang sedang kamu pikirkan tidak sesempit kamarku. Bisa jadi lebih luas, atau bahkan jauh lebih sempit. Aku tidak tahu.
Seandainya aku diberi kekuatan superhero untuk dapat memasuki alam pikiranmu, maka aku tidak akan mau. Bisa saja aku tersesat disana. Sedangkan kamu akan sibuk berpikir dan memecahkan masalah hingga pikiranmu mengembang dan mengembang. Dan aku, akan semakin tersesat dan tersesat.
Sebagian pikiranmu, entah dimana. Yang pasti tidak pada ayam goreng yang sedang kamu kunyah. Tidak juga pada kertas minyak yang remuk kamu remuk. Aku menebak-nebak. Mungkin separuh jiwamu yang lain menginap di kampus atau di ruang sekretariat.
Kamu sibuk berpikir tapi berusaha untuk tidak memikirkan apapun. Aku bisa memastikan sebagian besar pikiranmu yang kepayahan sudah melalang buana entah kemana saja. Tapi kamu ada di sini. Cuma ragamu yang di sini, melahao habis ayam goreng sambil disaksikan seremuk kertas minyak tak berdaya.
Aku lelah, katamu sekali lagi sambil mengecap-ecap pelan mulutmu. Suaramu sedikit lirih, tidak seperti biasanya karena kamu adalah speaker kampus yang selalu punya daya magis menarik perhatian orang-orang untuk mendengar pidatomo. Kali ini kamu berbeda, meskipun kamu tetap cerewet dengan berkali-kali berkata, "aku lelah".
Lima menit berlalu tapi kamu masih diam saja. Ayam gorengnya sudah habis. Sejak tadi akmu hany berkedip-kedip, membenarkan posisi sandaran pun juga tidak, padahal posisi dudukmu sungguh tidak nyaman kelihatannya.
Kamu diam, tapi kamu sedang sibuk. Sibuk menata dan membereskan apasaja. Apasaja yang berantakan, disana, di dalam kepalamu. Tugas-tugas yang belum sempat terjamah, kewajiban-kewajiban yang belum dilakukan, ide dan gagasan yang belum terealisasikan, hutang-hutang yang belum terlunasi, proyek-proyek yang sudah setengah jalan berjalan. Apa saja yang berantakan. Kamu diam, tapi sebenarnya kamu sedang melakukan.
"Boleh aku mita minum?" kamu akhirnya berucap.
Tanpa elakkan panjang, kutuju dapur alias pojok kamar tempat aku menyimpan alat makan dan persediaan logistik. Kamar kos sesempit ini mungkin adalah surga besar bagimu, hari ini. Tapi yang sedang kamu pikirkan tidak sesempit kamarku. Bisa jadi lebih luas, atau bahkan jauh lebih sempit. Aku tidak tahu.
Seandainya aku diberi kekuatan superhero untuk dapat memasuki alam pikiranmu, maka aku tidak akan mau. Bisa saja aku tersesat disana. Sedangkan kamu akan sibuk berpikir dan memecahkan masalah hingga pikiranmu mengembang dan mengembang. Dan aku, akan semakin tersesat dan tersesat.
Tak usah mengatakannya. Aku sudah cukup sangat bisa
mengetahui bahwa kamu sedang lelah. Kelelahan mu ini, semakin sering kamu katakan,
maka tak akan juga mengerut. Tak akan pula memuai. Ia akan tetap pada posisi
dan ukurannya. Dan kamu, tetap berdiri di atasnya tidak kemana-mana.
Mungkin yang kamu butuhkan bukan segelas air putih yang
kuberikan ini. Bukan juga ayam goreng. Kamu butuh lebih dari sekedar
makan-kunyah-telan. Kamu butuh lebih dari ini. Kamu butuh suatu yang mungkin
tidak sengaja sudah kamu lupakan—Tuhan..
Mungkin.. kamu hanya sedang tidak sadar bahwa Ia sedang
memerhatikanmu. Setiap hari, setiap waktu. Bahkan saat kamu diam-diam mengumpat
dalam hati karena itulah tempat terbaik menurutmu untuk membuang semua keluhan
agar tidak diketahui orang lain. Atau saat kamu merasa payah dan berusaha
terlihat baik di depan teman-teman, sambil berusaha menghibur, dan membuat
lelucon. Lalu tawa yang kamu nyaringkan untuk menutupi keluh kesah yang
tersirat dari kedua mata sayumu.
Sungguh, Ia melihat bahkan saat kamu menepuk
pundak temanmu dengan sangat bersahabat padahal kamulah seseorang di sana yang
paling butuh pelukan dan tepukan di pundak.
Dan..
Tidak perlu lagi kamu ucapkan berkali-kali. Karena disampaikan
atau tidak, keluh tetap keluh. Kamu hanya cukup mengingat. Sisakan sebagian
pikiranmu yang bersih dari tanggungan-tanggungan dan tugas yang berserakan
untuk mengingat. Ada yang sedang merindukanmu, yang senantiasa mengingatkanmu.
Maka mengingatlah lalu kembali. Karena sebenarnya kita
adalah anak-anak kecil yang butuh juga merindui dan dirindui. Butuh juga
mengadu dan merengek. Kita adalah anak-anak kecil yang tak bisa jika sendiri,
tak mampu seorang diri. Anak-anak kecil yang bergantung dan butuh dituntun.
Kita,
dengan kekanak-kanakannya, sudah terlalu sering menjadi sok dewasa. Berjalan layaknya
kaki milik sendiri, berpikir layaknya ilmu sudah terkuasai, bergerak layaknya
daya tubuh dapat tahan lama hingga nanti.
Tidakkah kamu lelah? Ya, kamu lelah. Aku pun sama. Karena
anak-anak seperti kita suka sekali berlari-lari. Melupakan Yang Menuntun kita
di belakang. Hingga akhirnya di depan sana kita kelelahan. Entah menunggu untuk
dijemput, atau bahkan terlalu lelah untuk kembali. Tapi satu hal yang pasti,
bahwa mengingat dan kembali adalah jalan setapak satu-satunya.
Bukankah kamu
dan pula aku lelah? Maka mari lewati jalan itu dan pulang ke rumah..
:)
0 responses:
Post a Comment