~

~
by: Novi Ambarsari (vivovin)
menulis adalah secangkir teh hangat. silakan diminum selagi hangat. maka dengan ini, selamatlah membaca selagi ampasnya mengendap~

Sunday, September 1, 2013

Bercerita untuk Didengarkan

Tulisan ini bakal panjang dan full text, yah semoga kalian ngga bosan sebelum titik terakhir. (aamiin..)

Mulai :

Bercerita untuk didengarkan, bukan untuk “mendengarkan”. Egois? Tidak adil? memang. Barangkali sisi ini akan terlihat saat seseorang telah lelah memendam. (ok, mendengarkan pakai tanda kutip)

Secara kita bercerita, menceritakan hal yang ganggu dipikiran atau sudah lama bersemayam dan beranak pinak di dalam kepala. Entah masalah atau sesuatu yang menggelitik. Bukan perkara egois atau tidak. Semua manusia punya sisi egois.

Orang bercerita tandanya butuh atau ingin didengarkan.

Beberapa memang bercerita agar mendapatkan solusi atau masukan. Mari kita garis bawahi. “bercerita agar mendapatkan solusi atau masukan.” Tapi yang sedang kita bahas disini adalah bercerita untuk didengarkan J

Sama halnya seperti di tempat cukur rambut. Ada yang mencukur dan ada pula yang ingin rambutnya dicukur. Ngga lucu kalau dua-duanya saling mencukur satu sama lain. (Siapa yang bayaaar?) ya kan?

Contoh yang umum banget, yang gampang kita temuin di gerombolan anak-anak cewe adalah, curhat.

Temen yang satu cerita tentang neneknya yang baru pulang dari naik haji tapi lupa beli korma lalu dia bingung gimana cara menghibur neneknya yang sedih dan cerita itu ditanggapi dengan teman cewe yang lain dengan cerita tentang temen ayahnya yang sibuk ngurusin kakak keponakannya yang abis tabrakan di deket pasar.

Duh.

Mumet? Iya, sama.

Apa yang bisa kita simpulin? Dua-duanya egois? Dua-duanya ngga mau ngalah? Dua-duanya sama-sama ingin didengar?

Kalau sudah begitu rasanya sia-sia bercerita. Sia-sia menumpahkan apa yang ada di dalam kepala kepada seseorang. Padahal kita berharap didengar, ditanggapi, dimengerti. Semua orang ingin ketiga-tiganya. Pasti.

Yang ngga enak itu saat “sama-sama ingin didengar” terjadi dalam satu waktu. Ya itu tadi. Si O bercerita tentang perkara ‘b’ lalu ditanggapi oleh si P dengan bercerita tentang perkara ‘a’.

Lagipula, ngga ada ceritanya seseorang bercerita hanya sekedar bercerita tanpa berharap untuk didengarkan. (wagu, kuwi jenenge). 

Penyiar radio, kenapa mereka berusaha menyiarkan sesuatu yang lagi booming, penting, atau genting (misal) ? ya karena ingin di dengar. Yo, to? ngga ada ceritanya seorang penyiar radio menyiarkan berita tiap hari karena dia hobi. Ya pasti karena ingin di dengarkan. Pasti ujung-ujungnya karena ingin di dengarkan. Percaya, deh… :D

Gimana?

Udah mulai bosan?

Baiklah, kita sampai pada kesimpulan :))


Kesimpulannya adalah bercerita untuk didengarkan itu bukan egois. Sebagai tambahan, ada kalanya kita perlu jadi talk passive. Maksudnya kuping kita bener-bener dipakai. Kalau kata guru Bahasa Inggris, be a good listener.  Tentang be a good listener, mungkin saya bahas kapan-kapan, yah J



Merci. Semoga bermanfaat :D

0 responses:

Post a Comment

Copyright © 2014 The Words World