Bercerita untuk Didengarkan
Tulisan ini bakal panjang dan full text, yah semoga kalian
ngga bosan sebelum titik terakhir. (aamiin..)
Mulai :
Bercerita untuk didengarkan, bukan untuk “mendengarkan”. Egois?
Tidak adil? memang. Barangkali sisi ini akan terlihat saat seseorang telah
lelah memendam. (ok, mendengarkan pakai tanda kutip)
Secara kita bercerita, menceritakan hal yang ganggu
dipikiran atau sudah lama bersemayam dan beranak pinak di dalam kepala. Entah masalah
atau sesuatu yang menggelitik. Bukan perkara egois atau tidak. Semua manusia
punya sisi egois.
Orang bercerita tandanya butuh atau ingin didengarkan.
Beberapa memang bercerita agar mendapatkan solusi atau
masukan. Mari kita garis bawahi. “bercerita agar mendapatkan solusi atau
masukan.” Tapi yang sedang kita bahas disini adalah bercerita untuk didengarkan
J
Sama halnya seperti di tempat cukur rambut. Ada yang
mencukur dan ada pula yang ingin rambutnya dicukur. Ngga lucu kalau dua-duanya
saling mencukur satu sama lain. (Siapa yang bayaaar?) ya kan?
Contoh yang umum banget, yang gampang kita temuin di
gerombolan anak-anak cewe adalah, curhat.
Temen yang satu cerita tentang neneknya yang baru pulang
dari naik haji tapi lupa beli korma lalu dia bingung gimana cara menghibur
neneknya yang sedih dan cerita itu ditanggapi dengan teman cewe yang lain
dengan cerita tentang temen ayahnya yang sibuk ngurusin kakak keponakannya yang
abis tabrakan di deket pasar.
Duh.
Mumet? Iya, sama.
Apa yang bisa kita simpulin? Dua-duanya egois? Dua-duanya
ngga mau ngalah? Dua-duanya sama-sama ingin didengar?
Kalau sudah begitu rasanya sia-sia bercerita. Sia-sia
menumpahkan apa yang ada di dalam kepala kepada seseorang. Padahal kita
berharap didengar, ditanggapi, dimengerti. Semua orang ingin ketiga-tiganya. Pasti.
Yang ngga enak itu saat “sama-sama ingin didengar” terjadi
dalam satu waktu. Ya itu tadi. Si O bercerita tentang perkara ‘b’ lalu
ditanggapi oleh si P dengan bercerita tentang perkara ‘a’.
Lagipula, ngga ada ceritanya seseorang bercerita hanya
sekedar bercerita tanpa berharap untuk didengarkan. (wagu, kuwi jenenge).
Penyiar
radio, kenapa mereka berusaha menyiarkan sesuatu yang lagi booming, penting,
atau genting (misal) ? ya karena ingin di dengar. Yo, to? ngga ada ceritanya seorang penyiar radio menyiarkan berita
tiap hari karena dia hobi. Ya pasti karena ingin di dengarkan. Pasti ujung-ujungnya
karena ingin di dengarkan. Percaya, deh… :D
Gimana?
Udah mulai bosan?
Baiklah, kita sampai pada kesimpulan :))
Kesimpulannya adalah bercerita untuk didengarkan itu bukan
egois. Sebagai tambahan, ada kalanya kita perlu jadi talk passive. Maksudnya kuping kita bener-bener dipakai. Kalau kata
guru Bahasa Inggris, be a good listener. Tentang be
a good listener, mungkin saya bahas kapan-kapan, yah J
Merci. Semoga bermanfaat :D
0 responses:
Post a Comment