menulis adalah secangkir teh hangat. silakan diminum selagi hangat. maka dengan ini, selamatlah membaca selagi ampasnya mengendap~
Daun Keemasan ~ Sebuah Puisi
matahari menyambutmu lagi setelah sekian lama
menjerit dikekang malam..
ia sempat tersenyum sebelum benar-benar bisa
memandangmu dari kejauhan..
"kau baik-baik saja, daun keemasan?" katanya
sebelum ia menapak cahaya pada sehelai rumputan.
kau jawab dengan gigil, bisu.
cahayanya perlahan
menyusup tulang2mu yg pilu.
lengkungmu mengkilat gemerlapan seriuh jantung
pembuluhmu oleh debu tentara berseragam.
apa? seberani apa aku berkata sedang aku saksi
tersembunyi ketika ratusan molotov diledakkan, pikirmu.
angin selatan mengamuk menyisakan endapan kekhawatiran
pada lambaianmu yang rapuh.
menyisakan bangkai-bangkai lalat yang menganga.
matahari semakin manjauh.
"maaf, aku harus pergi. . ."
matahari semakin meninggi. .
angin selatan semakin mengamuk.
angkara bertengger pada dahan-dahan kayu yang lapuk
"Tidak. Jangan. . ." teriakmu.
matahari makin jauh. . . .
angin selatan makin riuh. . .
tentara berseragam berdentum-dentum.
"Matahari, Matahari, Matahari. . ."
setiap pagi, hari datang. . berlalu. . sama, serupa
lalu kau, wahai daun- daun keemasaan
merindu ajal
merindu pulang. . .
cantik..... ^_^
ReplyDeletemakasiiih =))
ReplyDelete