Kisah Senja : Cerita Hati Sepasang Karib
Lusa yang lusa, perempuan itu memaki-maki lewat ponsel. Lewat tulisan. Kelihatannya ia bermasalah dengan teman karibnya. Laki-laki. Ia, perempuan. Pokoknya ada satu masalah yang membuat si teman perempuan ini kesal lalu jempolnya berutak-atik menuliskan kata2 luapan. Marah. Mungkin kecewa.
Laki-laki tidak mau mengalah. Tetap dingin. Padahal mereka berdua karib.
"I wish we won't meet anymore" tulis si perempuan. Ini benar2 tulisan yang berani. Bisa ditebak seberapa besar masalahnya. Tapi bukan, bukan masalahnya yang besar ternyata. Masalah-masalah kecil yang terakumulatif jadi bangunan yang rapuh. Dan masalah kali ini, yang tidak begitu besar, sukses meluluh lantakkan bangunan itu. Sekejap saja.
Beberapa waktu berlalu.
Aku biarkan cerita tentang mereka luluh lantak juga. Kubiarkan waktu yang menyembuhkan. Tapi suatu hari, keadaan berbalik. Mudah saja seperti membalik telapak tangan. Begitu saja.
Mereka berdua kembali seperti semula. Tertawa bercanda. Seakan lupa apa yang telah si perempuan tuliskan.
Ini menarik.
Kadang kita sampai pada sepotong kisah seperti ini. Mungkin hanya melihatnya sebagai kisah orang lain. Atau pernah mengalaminya. Luapan amarah bisa sedangkal itu. Dangkal tetapi menenggelamkan. Pun dengan cinta. Menerbangkan segala meskipun ia tidak bersayap. Seakan lupa pernah tenggelam.
Ah mudah sekali. Marah menggerogoti. Menjerumuskan. Pikiran yang irasional. Cinta juga. Sama saja. Tapi sepotong kisah ini, dengan tidak bermaksud menggurui, telah mengajarkan satu hal : hati-hati terhadap emosi.
Selesai.
Itu saja.
Semoga kita termasuk orang-orang yang berpikir. :)
0 responses:
Post a Comment