Best Parents = Best Friend
Dear parents around the world, hear our words. .
Pernah mendengar kalimat, “Best Parents = Best Friend” atau
“Orang Tua terbaik adalah Sahabat Terbaik” ? sebagian orang
bisa saja menolak kalimat ini karena “orang tuaya orang tua, kalau teman itu ya di
sekolah. Keduanya berbeda.” Tapi mari kita dengar, lihat, dan rasa kan.
Tidak usah jauh-jauh, cukup di rumah,
tempat tinggal kita.Saya memang belum pernah menjadi ‘orang tua’,
tetapi inilah suara saya sebagai anak-anak.
Orang tua di seluruh dunia tentu mempunyai cara pandang yang
berbeda dalam mendidik anak-anaknya. Bahkan antara ayah dengan ibu pun sering kali
terjadi perdebatan bagaimana cara mendidik anak yang baik. Bagaimanapun itu, kami,
anak-anak, sangat benci ucapan dan perilaku kasar.
“Kami lebih memilih untuk bermain di
luarbersama teman-teman apalagi saat hari libur, karena kami pikir di sanalah tempat
kami. Di sanalah dunia dan kebutuhan kami.Jangan paksa kami
untuk menceritakan siapa lelaki atau anak perempuan yang kami suka karena kami
tidak nyaman untuk menceritakannya pada kalian, orang tua. Bisa saja sebdlum kami
bercerita, ayah dan ibu sudah melarang kami atau mungkin menyepelekan cerita kami. Dan
tentu saja kami lebih suka makan diluar bersama teman-teman karena disana lebih asyik.”
Para orang tua mungkin belum pernah mendengar kalimat itu dikatakan langsung oleh anak-anaknya.Cobalah,
anda sebagai pendidik generasi emas mendengar dan merasakan lebih dalam apa yang
anak-anak anda ingin katakan.
Mereka yang diam-diam berpacaran di belakang anda, mereka yang
membolos sekolah tanpa sepengetahuan anda, atau mereka yang pergi keluar rumah sembunyi-sembunyi tanpa pamit. Ingat waktu mereka menyembunyikan handphone dibalik buku pelajaran saat anda menyuruhnya belajar? Atau saat anak-anak anda keluar kamar dengan matas embab? Banyak anak-anak
yang sudah terbuka dan mau menceritakan masalah atau pengalamannya kepada orang lain.
Ya, kepada orang lain dan tidak kepada orang tua. Padahal orang tualah yang
(seharusnya) paling dekat dengan mereka.
“Orang
tuaku terlalu sibuk. Lagi pula aku malu bercerita tentang pengalamanku kepada orang
tua.Aku takut kena marah kalau ternyata apa yang aku lakukan salah dimata mereka.”
Obrolan saya dan teman-teman yang sama-sama berpredikat sebagai
seorang anak membuat saya mengerti bahwa bagaimanapun cara mendidik dan bagaimanapun
keadaan di rumah ternyata sangat berpengaruh pada perkembangan kami di luar rumah.
Seorang teman pernah bercerita bahwa ia terbiasa (baca: terpaksa membiasakan diri)
dididik dengan kekerasan. Ia mengeluh mengapa ia berada dalam kondisi keluarga
yang tidak ia harapkan. Hari itu ia menyadari bahwa emosinya cenderung labil dan
tumbuh menjadi anak yang mudah emosi.
Kami, para anak-anak, sama sekali tidak menyalahkan orang
tua. Tapi hak dan suara kami ada dan semua hal dari kami menunjukkan bahwa kami
benar-benar membutuhkan tidak sekadar kasih sayang orang tua kepada anak. Tetapi
juga persahabatan antara orang tua dan anak.
Mungkin para orang tua banyak menemukan atau bahkan memiliki
anak yang kurang ajar atau bandel. Tapi kami, anak-anak, akan lebih menghargai seseorang
jika ia mau menghargai kami. Kami tahu bahwa pekerjaan kami kurang memuaskan,
namun kekecewaan kami akan jauh berkurang jika kalian menerima apa adanya. Dan
sekali lagi, kami sangat benci ucapan dan perilaku kasar. :)
Ibu, ayah, suatu saat kami mungkin akan menjadi orang tua seperti
kalian. Mungkin suatu saat nanti kami juga akan mendidik anak-anak kami agar
menjadi orang yang baik seperti yang kami harapkan. Sungguh, apa yang kami
dapatkan di masa lalu akan kami tiru meski sedikit. Tetapi kami akan berpikir dua
kali lipat sebelum menganggap anak-anak kami nanti sama seperti saat kami masih
kanak-kanak seperti sekarang.
With love,
0 responses:
Post a Comment