Lesson from Pasts
Kapanpun aku mau, aku bisa memunculkanmu dipikiranku. Tak ada kata munafik, ini benar-benar mudah semudah melupakan rumus-rumus fisika atau kosakata bahasa asing yang dipaksakan tinggal diotakku. Seperti hampir tak membutuhkan tenaga sedikitpun.
Tapi kalau sebaliknya? Sulit? Ah, bukan sulit. Tapi membutuhkan waktu yang lama. Seperti menunggu benih pohon tumbuh menjadi besar dan berbuah. Atau seperti kala revolusi Uranus. Aku yakin ini tak akan mudah dijelaskan dengan deretan kalimat.
Sebenarnya aku suka, suka sekali dengan cara Tuhan mempertemukan kita lewat suatu kalimat yang pernah kau buat waktu itu, cara Tuhan mengenalkan kita satu sama lain, cara Tuhan mengajari kita akan pentingnya mengasihi orang lain, cara Tuhan meletupkan api-api kecil pertengkaran (dan sekarang aku tahu kalau pertengkaran itu tidak akan selesai tanpa salah satu mengalah), dan aku suka cara Tuhan mendidik kita dengan cobaan dan akhirnya aku mengenal sebuah kata bernama Ikhlas .
Ikhlas. Ngga mudah mengartikannya dengan sebuah sikap. Bahkan kebanyakan dari orang-orang yang senantiasa berotasi dalam sebuah takdir, melakukan keikhlasan yang tidak murni dari hati, seperti yang pernah aku lakukan dulu dengan perbedaan yang lahir dari aku-kamu. Tapi sekarang aku mengerti bahwa ngga semua hal sesuai dengan keinginan, termasuk kamu. Kau tahu? Itulah kenyataan yang membuatku percaya bahwa perbedaan itu melengkapi, bukan memusuhi.
Dan perbedaan itu berselancar dengan mudahnya di dunia. Kadang dari perbedaan itu muncul sebuah kata perpisahan. Perbedaan antar keinginan kita dan waktu. Aku makin sadar, sementara ini perpisahan adalah hal paling menarik yang sulit diterima namun harus! Tapi aku sangat bersyukur. kenapa? Karena ia menyadarkanku bahwa segalanya berotasi, tak ada yang abadi.
Aku percaya perpisahan itulah yang justru mempertemukan kita di belahan bumi yang tepat, diwaktu, dan dalam cerita yang sesungguhnya. :)
0 responses:
Post a Comment